Hafsah Binti Umar (wafat 45 H)
Hafshah binti Umar bin Khaththab
adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak
Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang
adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah .
dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang
telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah
as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah,
kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya
meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar menghadap Rasulullah untuk
mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia
delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya
kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.
Jika
kita menyebut narna Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada
jasa-jasanya yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri
Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada
kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian menjadi sebuah kitab
yang sangat agung.
Nasab dan Masa Petumbuhannya
Nama
lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin
Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay
dari suku Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib
bin Wahab bin Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah
dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy,
yaitu ketika Rasullullah . memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula
setelah Ka’bah dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun
itu juga dilahirkan Fathimah az-Zahra, putri bungsu Rasulullah dari
empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh beliau. Beberapa
hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin Khaththab.
Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang dan
resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar
berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa
kelahiran anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika
saja ketika itu Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa
keberuntungan, tentu Umar akan menjadi orang yang paling bahagia,
karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak menjadi istri Rasulullah. Di
dalam Thabaqat, Ibnu Saad berkata, “Muhammad bin Umar berkata bahwa
Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, Umar
mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan pada saat orang Quraisy membangun
Ka’bah, lima tahun sebe1um Nabi diutus menjadi Rasul.”
Sayyidah
Hafshah r.a. dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Urnar bin
Khaththab. Dalarn soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain,
kepribadiannya kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat
Hafshah sarna dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dirniliki Hafshah
adalah kepandaiannva dalarn rnernbaca dan menulis, padahal ketika itu
kernampuan tersebut belum lazirn dirniliki oleh kaurn perempuan.
Memeluk Islam
Hafshah
tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena
ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Urnar bin Khaththab, masih
menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk
masuk Islam. Ketika suatu waktu Umar mcngetahui keislarnan saudara
perernpuannya, Fathimah dan suarninya Said bin Zaid, dia sangat marah
dan berniat menyiksa mereka. Sesampainya di rumah saudara perempuannya,
Umar mendengar bacaan Al-Qur’an yang mengalun dan dalam rumah, dan
memuncaklah amarahnya ketika dia memasuki rumah tersebut. Tanpa ampun
dia menampar mereka hingga darah mengucur dari kening keduanya. Akan
tetapi, hal yang tidak terduga terjadi, hati Umar tersentuh ketika
meihat darah mengucur dari dahi adiknya, kernudian diarnbilnyalah Al
Qur’an yang ada pada mereka. Ketika selintas dia membaca awal surat
Thaha, terjadilah keajaiban. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran
dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi . yang mengharapkan agar
Allah membuka hati salah seorang dari dua Umar kepada Islam. Yang
dimaksud Rasulullah dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih
dikenal dengan Abu Jahl dan Umar bin Khaththab.
Setelah
kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan
menyatakan keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan
bintang yang mulai menerangi dunia Islam serta mulai mengibarkan bendera
jihad dan dakwah hingga beberapa tahun setelah Rasulullah wafat.
Setelah menyatakan keislaman, Umar bin Khaththab segera menemui sanak
keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Seluruh anggota
keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah yang ketika
itu baru berusia sepuluh tahun.
Menikah dan Hijrah ke Madinah
Keislaman
Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin dalam
menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini mernotivasi
para muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal
rnereka setelah sekian larna ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali
itu terdapat seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami.
Pemuda itu sangat mencintai Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai
keluarga dan kampung halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk
rnenyelamatkan diri dan agamanya. Setibanya di Mekah, dia segera
mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia
meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar pun
merestuinya. Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun
berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi
keirnanan dan ketakwaan.
Ketika
Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah .
menernukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena
itulah beliau mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga
akidah mereka sekaligus menjaga mereka dan penyiksaan dan kezaliman kaum
Quraisy. Dalam hijrah ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.
Cobaan dan Ganjaran
Setelah
kaum muslirnin berada di Madinah dan Rasulullah . berhasil menyatukan
mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk
menghadapi orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka.
Selain itu, perintah Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik
sudah tiba.
Peperangan
pertarna antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang
Badar. Dalam peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi
harnba- hamba-Nya yang ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit.
Khunais termasuk salah seorang anggota pasukan muslimin, dan dia
mengalami luka yang cukup parah sekembalinya dari peperangan tersebut.
Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati luka yang
dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid
dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga
Hafshah menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun,
namun Hafshah telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.
Umar
sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat
muda, sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah
dengan seorang muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu
dia pergi ke rumah Abu Bakar dan merninta kesediaannya untuk menikahi
putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun.
Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan meminta kesediaannya untuk
menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih berada dalam
kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal.
Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya,
Uman sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib
putrinya. Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap
kedua sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah . bersabda,
“Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman
dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik
daripada Hafshah.” Semula Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah,
tetapi karena kecerdasan akalnya, dia kemudian memahami bahwa Rasulullah
yang akan meminang putrinya.
Umar
merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi
putrinya, dan kegernbiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menernui
Abu Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku
tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa
Rasulullah telah rnenyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin
membuka rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya,
tentu akulah yang akan menikahi Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu
Bakar menolak menikahi putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena
sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud menyunting saudaranya,
Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan
Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki
dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah
lebih dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping
juga karena Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir,
Khunais bin Hudzafah as-Sahami.
Berada di Rumah Rasulullah
Di
rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah
binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat
mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti
Zum’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin
Khaththab, sahabat Rasulullah yang terhormat.
Umar
memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia
pun rnengetahui bahwa orang yang rnenyebabkan kemarahan Aisyah sama
halnya dengan menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap
Aisyah berarti ridha terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan
kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mcncintainya.
Selain itu, Umar meminta agar Hafshah rnenjaga tindak-tanduknya sehingga
di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan. Akan tetapi, mcmang
sangat manusiawi jika di antara mereka rnasih saja terjadi
kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada
Rasulullab . mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara
istri – istrinya. Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah
melihat Mariyah al-Qibtiyah datang rnenemui Nabi dalam suatu urusan.
Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke
dalarn rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya, dia
melihat tabir karnar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah dan Mariyah
berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak.
Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan
meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah rnengharamkan Mariyah
baginya kalau Mariyah tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta
agar Hafshah rnerahasiakan kejadian tersebut.
Merupakan
hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap
Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra
Rasulullah setelah Siti Khadijah r.a.. Kejadian itu segera menyebar,
padahal Rasulullah telah memerintahkan untuk menutupi
rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah sehingga
beliau sangat marah. Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian
tersebut, Rasulullah . menceraikan Hafshah, namun beberapa saat
kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar,
sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah
bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan
maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai
istrinya karena dia adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah
pun mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, terlebih karena tersebut
Hafshah sangat menyesali perbuatannya dengan membuka rahasia dan
memurkakan Rasulullah .
Umar
bin Khaththab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan
amarah Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau.
Umar bin Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah . pada tempat
terpenting yang harus dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah
menikahi Hafshah karena memandang keberadaan Umar dan merasa kasihan
terhadap Hafshah yang ditinggalkan suaminya. Allah menurunkan ayat
berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang tersebar.
“Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya
bagimu,- kamu mencari kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada
kamu sekalian membebaskan diri dan sumpahmu; dan Allah adalah
pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah
ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dan
istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah)
menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal
itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad
lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah
kepadanya) dan rnenyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka
tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan
Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal
ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua bertobat
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan
Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril
dan orang-orang mukrnin yang haik; dan selain dan itu malaikat-malaikat
adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya
akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang
mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5)
Cobaan Besar
Hafshah
senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai rnasalah, dan hal
itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah .
senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih
sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan
baik.” Rasulullah . pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika
mereka meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah
Rasulullah. Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih,
sepertinya telah terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah.
Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya
untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau dan
menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan
kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak
berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka
menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak
menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki
kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan
memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik.
Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan
bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “ (QS.
Al-Ahzab)
Rasulullah
. menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang
disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu
kamar.
Setelah
kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah . telah
menceraikan istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah
Urnar bin Khaththab, sehingga dia segera rnenemui putrinya yang sedang
menangis. Urnar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.”
Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau
telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau
menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara dengan mu
selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap
suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah . menyendiri, belum
ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan
istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi
khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang rnenyendiri. Sekarang ini
Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya
kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping
memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang
menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari
beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan
menceraikan istri – istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah . tidak
akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk
mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar pergi ke masjid
dan mengabarkan bahwa Rasulullah . tidak menceraikan istri-istri
beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang
lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah
genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada
mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka
kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau
rnengurnumkan penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat
dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia
mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya
sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah, terutama
puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah
Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Urnar, dia
mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian
timur maupun barat.
Hafshah
merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu
Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu
terjadi fitnah besar antar muslirnin yang menuntut balas atas kematian
Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang
diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan
tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang menyatakan diri
berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin
Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan
ba’iat.
Tentang
wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah
wafat pada tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah
bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan
istri-istri Nabi yang lain.
Pemilik Mushaf yang Pertama
Karya
besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya A1-Qur’an di tangannya
setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istrii Nabi .
yang pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, A1-Qur’an terjaga di
dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada
pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu
kitab khusus.
Pada
masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur
dalam peperangan Riddah (peperangan rnelawan kaum murtad). Kondisi
seperti itu mendorong Umar bin Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar
mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir
kalau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang
mengada-ada karena pada zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan.
Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu bakar akhirnya memerintah Hafshah
untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya.
Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
–ooOoo–
0 comments:
Jangan sungkan-sungkan komen di mari gan...
:)