Utamakan Sikap Terbaik
Bilal
ra., muadzin Rasulullah saw. pernah berkata, “Manusia itu ada tiga
golongan: (1) Yang selamat (tapi tidak beruntung); (2) Yang beruntung;
(3) Yang celaka. Yang selamat adalah orang yang diam. Yang beruntung
adalah yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Yang celaka adalah yang
membicarakan yang sia-sia/yang buruk dan membantu orang
zalim.” (Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, XI/69).
Terkait kata-kata Bilal di atas, diam
memang dianjurkan, yakni saat kita tidak bisa membicarakan kebaikan.
Sebab, Baginda Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda, “Katakanlah yang
baik atau diam.” (HR al-Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibn Majah, Ahmad dan al-Baihaqi).
Dengan kata lain, diam lebih baik daripada membicarakan keburukan.
Sebab, diam tidaklah berdosa, sementara membicarakan keburukan tentu
berdosa. Dalam hal ini Baginda Rasulullah saw. bersabda, “Kebanyakan
perbuatan dosa anak Adam itu terletak pada lisan (ucapan)-nya.”
(Ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, IX/45; as-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsur,
III/243).
Lebih dari itu, membicarakan keburukan bisa berujung pada penyesalan.
Abu Wa’il menuturkan bahwa Abdullah pernah naik ke Bukit Shafa. Lalu
sembari memegang lidahnya ia berkata, “Wahai lisan, katakan yang baik,
niscaya beruntung; atau diamlah dari membicarakan keburukan, niscaya
selamat sebelum kamu menyesal.” (Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, X/435).
Namun, saat dihadapkan pada suatu kemungkaran, sikap diam bukanlah
sikap yang baik dan selamat. Sebab, Baginda Rasulullah saw. pernah
bersabda, “Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran hendaklah mengubah
dengan tangannya; jika tidak mampu, dengan lisannya; jika tidak mampu
juga, dengan kalbunya dan itulah iman yang paling lemah.” (HR Muslim,
Ahmad dan Ibn Majah).
Jelas, dalam hadis tersebut terdapat celaan, yakni selemah-lemahnya
iman bagi orang yang berdiam diri terhadap kemungkaran. Bahkan ada Hadis
Nabi saw. yang menerangkan bahwa orang yang berdiam diri dari
menyatakan kebenaran adalah seperti setan bisu. Tentu, ini adalah
analogi yang amat buruk. Selain itu, ada ancaman yang amat keras
terhadap orang yang enggan melakukan amar makruf nahi mungkar. Baginda
Rasulullah saw. bersabda, “Kalian sungguh-sungguh melakukan amar makruf
nahi mungkar atau Allah akan menimpakan atas kalian siksaan dari
sisi-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, tetapi Allah tidak
mengabulkan doa kalian.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Jadi, sikap diam memang bisa selamat/menyelamatkan dibandingkan
dengan membicarakan keburukan. Namun, saat dihadapkan pada kemungkaran,
sikap diam bukanlah pilihan yang baik dan selamat. Sikap terbaik saat dihadapkan pada kemungkaran
adalah melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Allah SWT
berfirman (yang artinya): Siapakah yang lebih baik ucapannya
dibandingkan dengan orang yang menyeru kepada Allah (TQS Fushilat [41]:
33).
Allah SWT pun memerintahkan kepada kita agar selalu mengucapkan
kata-kata yang benar/lurus, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): Hai
orang-orang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan nyatakanlah
oleh kalian ucapan yang benar/lurus (TQS al-Ahzab [33]: 70).
Sebaliknya, Allah SWT dan Rasul-Nya telah melarang kita dari ucapan
yang sia-sia, apalagi ucapan buruk yang mengandung kemaksiatan dan dosa,
seperti melecehkan orang lain atau menjuluki orang lain dengan
panggilan/gelar yang buruk. Allah SWT berfirman (yang artinya): Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain karena boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik dari mereka. Jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya karena boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari
meraka. Janganlah kalian suka mencela diri sendiri dan jangan memanggil
orang lain dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman (TQS al-Hujurat [49]: 11).
Contoh ucapan yang buruk yang lain adalah ghibah (menggunjing). Allah SWT berfirman (yang artinya): Janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah sebagian kalian memakan daging saudaranya yang telah maninggal? Tentu kalian merasa jijik (TQS al-Hujurat [49]: 12).
Contoh ucapan yang buruk yang lain adalah ghibah (menggunjing). Allah SWT berfirman (yang artinya): Janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah sebagian kalian memakan daging saudaranya yang telah maninggal? Tentu kalian merasa jijik (TQS al-Hujurat [49]: 12).
Alhasil, marilah kita selalu memilih sikap terbaik, yakni menggunakan
lisan kita untuk berdakwah dan melakukan amar makruf nahi mungkar serta
saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Janganlah kita berdiam
diri terhadap kemungkaran. Katakanlah yang benar dan baik saja. Jika
tidak, lebih baik diam. Jangan sampai kita gunakan lisan kita untuk
menyatakan yang sia-sia, menebar keburukan kepada sesama, apalagi untuk
membantu kezaliman. Wa ma tawfiqi illa bilLah.
0 comments:
Jangan sungkan-sungkan komen di mari gan...
:)