Cpx24.com CPM Program

KEJUJURAN

Di era materialisme dewasa ini, kejujuran telah menjadi hal yang sangat langka  dalam kehidupan kita.   Karena ketidakjujuran benar-benar telah menjadi realitas sosial, dimana ketidakjujuran begitu sangat transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum yang merasuk dalam kehidupan manusia.
Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, bahwa suatu saat nanti, diakhir zaman, manusia dalam mencari harta tidak mempedulikan lagi mana yang halal dan mana yang haram. (HR. Muslim).
Perkataan Nabi Muhammad SAW, telah menjadi kenyataan, dimana sekarang ini banyak manusia tidak lagi menerapkan kejujuran dalam kehidupannya, hingga tidak sedikit dari mereka yang tidak mempedulikan jalan yang halal dan haram dalam mencari uang,  jabatan atau dalam transaksi jual-beli.
Padahal dalam urusan jual beli, Rasulullah SAW menyatakan bahwa keberkahan hanya akan diraih jika kedua belah pihak mengedepankan sifat jujur.  Namun keberkahan itu akan dicabut manakala keduanya atau salah seorang dari mereka tidak peduli lagi dengan kejujuran. “Kedua pihak (penjual dan pembeli) berhak untuk menentukan pilihan selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya maka jual beli mereka akan mendapatkan keberkahan. Namun manakala keduanya berbohong dan menyembunyikan kebenaran, maka keberkahan itu akan dicabut kembali”. (Al-Hadits)
Berikut beberapa firman Allah SWT tentang perintah agar kita jujur :
Allah SWT telah memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka bertaqwa dan senantiasa bersikap shidiq dan benar, sehingga kesempurnaan ketakwaan seseorang harus senantiasa diiringi dengan kejujuran dan kebenaran. Perhatikan firman-Nya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (At-Taubah: 119).
 “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar, kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Al-Ma’idah: 119).
“Dan sebaliknya akibat dan hukuman yang akan dikenakan terhadap orang-orang yang dusta dalam hidupnya. Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” (Az-Zumar: 60)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al baqarah [2] : 282}
Ash-shidq (kejujuran) merupakan  satu kewajiban agama yang berlaku dalam semua bidang kehidupan dan dalam semua keadaan. Baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan berjamaah. Kejujuran, adalah suatu sifat yang sangat mulia. Dan kedudukan orang-orang shiddiqin adalah di bawah kedudukan para Nabi. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini :  “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An-Nissa [4] : 69)
Untuk bisa meraih sifat jujur dalam kehidupan, pertama-tama harus diawali dengan jujur terhadap diri sendiri. Terutama jujur dengan kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah SWT. Untuk bisa komitmen dengan sifat ini sangat dibutuhkan motivasi yang tinggi, tekad yang kuat, semangat yang membara, serta keyakinan yang teguh.  Dan sangat dibutuhkan sikap muraqabah, yakni menerapkan kesadaran bahwa Allah selalu melihat dan  mengawasi  kita dalam segala keadaan. Bahwa Allah selalu mengetahui apa yang kita rasakan, ucapkan dan kita perbuat
Menerapkan dan membawa sifat jujur dalam kehidupan sehari-hari, memang cukup sulit untuk dilakukan, seperti diibaratkan oleh Ibnul Qayyim bahwa membawa sifat jujur dalam kehidupan, seperti mengangkat gunung yang tinggi. Tidak akan ada yang mampu mengangkatnya melainkan orang-orang yang kuat kemauan dan niatnya. Karena kejujuran yang sesungguhnya adalah kejujuran yang ditampilkan saat tidak ada yang bisa menyelamatkan nyawa kita kecuali dengan berbohong
Memang bukan hal yang mudah untuk bisa jujur dalam segala urusan dan dalam semua keadaan. Untuk itu, Nabi Ibrahim a.s, seorang Nabi yang shaleh masih tetap dengan penuh tawadhu’ memohon kepada Allah agar senantiasa tutur katanya dijaga oleh Allah sehingga menjadi contoh yang baik bagi generasi kemudian. Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian”. (Asy-Syu’ara’: 83-84)
Ibnul Qayyim menjelaskan dengan rinci keutamaan sifat shidiq di dalam kitabnya Madarijus Salikin, bahwa dengan sifat ini akan dapat dibedakan antara orang-orang munafik dengan orang-orang yang benar beriman. Sifat inilah yang menjadi ruh amal perbuatan. Oleh karena itu kedudukannya di bawah kedudukan kenabian yang merupakan kedudukan manusia tertinggi di atas muka bumi ini.    
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An-Nissa [4] : 69)
Selanjutnya Ibnul Qayyim menjelaskan dengan lebih rinci bahwa sifat ini sebagaimana dianjurkan dalam perkataan, juga dalam perbuatan. Keadaan. Shidiq dalam perkataan artinya lurusnya lisan dengan ucapan seperti lurusnya ranting di atas dahan. Shidiq dalam perbuatan adalah tegaknya perbuatan sesuai dengan tuntunan perintah seperti tegaknya kepala di atas tubuh seseorang. Dan shidiq dalam keadaan adalah tegaknya amalan-amalan hati dan anggota badan atas dasar ikhlas, kesungguhan dan pengerahan kemampuan yang maksimal
Oleh karena itu, marilah kita menelisik diri, sudah jujurkah kita selama ini? Apabila belum, mari kita perbaiki. 


0 comments:

Jangan sungkan-sungkan komen di mari gan...
:)

Hidup Indah bila Mencari Berkah

Powered by FeedBurner