Cpx24.com CPM Program

MEMAAFKAN

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah memaafkan, seperti tertulis dalam firman-Nya :  “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang  bodoh”. (QS. Al A’raf [7] : 199)
Allah berfirman dalam Hadits Qudsi yang artinya : ” Nabi Musa a.s bertanya kepada Allah : ” Ya Rabbi ! siapakah diantara hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandangan-Mu ?” Allah berfirman :” Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai musuhnya), dapat segera memaafkan.” (Kharaithi dari Abu Hurairah r.a)
Perhatikan juga firman Allah SWT berikut ini, “Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa.” (QS an-Nisaa’ [4]: 149)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:  “… dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,   .” (QS. An Nuur, 24:22)
Dan perhatikan juga firman Allah SWT berikut ini :  … dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Suatu ketika seorang pria bertanya kepada Rasulullah SAW tentang akhlak yang baik, maka Rasulullah SAW membacakan firman Allah, “Jadilah engkau pemaaf dan perintahkan orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS al-A’raaf [7] : 199). Kemudian beliau bersabda lagi, “Itu berarti engkau harus menjalin hubungan dengan orang yang memusuhimu, memberi kepada orang yang kikir kepadamu dan memaafkan orang yang menganiayamu.”  (Hr. Ibnu Abud-Dunya)
Kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an :  “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imraan [3]:134)
Pemahaman kita tentang memaafkan berbeda-beda, ada dari kita yang memaafkan seseorang tapi perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hatinya.  Pelu waktu lama baginya untuk bisa kembali menjalain hubungan baik dengan orang yang telah menyakitinya.
Tapi ada juga yang bisa memaafkan dengan tulus. Mereka yang memaafkan dengan tulus inilah, hamba Allah yang sungguh-sungguh beriman dengan sebenar-benarnya, dan mengikuti perintah Allah untuk memaafkan. Ketika memaafkan, mereka tidak memikirkan besar atau kecilnya kesalahan, mereka juga tidak mengingat-ingat lagi perbuatan orang yang telah menyakitinya.  Mereka menyadari bahwa seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka dengan atau tanpa sengaja.
Orang yang bisa memaafkan dengan tulus ini tahu, bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah dan berjalan sesuai takdir-Nya, karena itulah mereka berserah diri kepada Allah, menyerahkan semua permasalahan kepada Allah. Hingga mereka tidak pernah terbelenggu dan tersiksa oleh amarah, sakit hati, dan semua itu akan membuatnya jadi memaafkan kesalahan orang lain, dan mereka lakukan itu, semata-mata karena Allah. Mereka memaafkan karena Allah.
Teman-teman pembaca Blog Jalan Dakwah Bersama, bila kita ingin menjadi seorang yang ahli budi pekerti dunia akhirat dan selalu mendapatkan rahmat-Nya, selalu dilindungi dalam pemeliharaan-Nya serta menempati surga-Nya, maka jadilah orang yang pemaaf, maafkanlah dengan tulus orang yang pernah menyakiti kita, seberapa besarpun sakit dan terlukanya hati kita, maka hendaklah kita tetap bisa memaafkan dengan tulus dan mengikhlaskannya.  Kemudian tetaplah menjalin silaturahim dengan orang yang memutuskannya, dan lakukanlah semua itu karena Allah. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Rasulullah SAW bersabda kepada Uqbah bin Amir ra : ” Wahai Uqbah ! maukah engkau ku beritahukan budi pekerti ahli dunia dan akhirat yang paling utama ? yaitu : melakukan shilaturahim (menghubungkan kekeluargaan dengan orang yang telah memutuskannya), memberi pada orang yang tidak memberimu, dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu.” (ihya ulumuddin)
Dalam hadist lain disebutkan : ” Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya dan ditaburi rahmat-Nya serta dimasukkan-Nya kedalam surga-Nya yaitu : apabila diberi ia berterima kasih, apabila berkuasa ia suka memaafkan, dan apabila marah ia menahan diri (tak jadi marah) .” (HR. Hakim dan ibnu hibban dari Ibnu abbas dalam Min Akhlaqin Nabi)
Seorang yang bertakwa, adalah seorang yang mampu menahan marah dengan tidak melampiaskan kemarahan walaupun sebenarnya ia mampu melakukannya. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan marah, sakit hati, dan keinginan untuk menuntut balas, sebenarnya masih ada, tapi perasaan itu tidak dituruti, melainkan ditahan dan ditutup rapat agar tidak keluar perkataan dan tindakan yang tidak baik. (kata-kata sebagian dikutip dari Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, II, hal. 207).
Orang yang mampu menahan marah dan memafkan oleh Nabi SAW disebut sebagai orang yang kuat. Beliau bersabda: Orang yang kuat bukanlah orang yang jago gulat, tetapi (orang yang kuat itu adalah) orang yang mampu menahan dirinya ketika marah (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud).
Memaafkan berarti menghapuskan, kemudian tidak menghukumnya sekalipun ia mampu melakukannya. Ini adalah perjuangan untuk pengendalian diri yang lebih tinggi dari menahan marah. Kerana menahan marah hanya upaya menahan sesuatu yang tersimpan dalam diri, sedangkan memaafkan, menuntut orang untuk menghapus bekas luka hati akibat perbuatan orang. Ini tidak mudah, oleh kerana itu wajarlah ia dianggap perilaku orang bertakwa.

Berikut beberapa perintah Allah SWT dalam Al Quran, tentang memaafkan :
” ……dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa.. ” (QS. Al Baqarah  [2] ; 237)
” …..dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  ” (QS. An Nuur [24] ; 22)
” …….karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali ‘Imran [3] ; 159)
” Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.  .” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)
“….. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran  [3] ; 134)
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Q.S Asy Syuura [42] :40)
Setelah semua uraian diatas, mari kita tanyakan dengan jujur pada diri kita,  sejauh mana kita bisa berlapang dada dan bisa tulus dalam memaafkan kesalahan orang lain? Dan sejauh mana kita berani mengakui kesalahan kita dan meminta maaf atas kesalahan yang telah kita lakukan?  Bila ternyata kita belum bisa memaafkan dengan tulus kesalahan orang lain dan mengikhlaskannya, maka mulai saat, mari kita terapkan hal itu dalam kehidupan kita. Dan apabila kita belum berani mengakui kesalahan kita, entah itu karena gengsi atau sebab lainnya, maka ubahlah segera, karena minta maaf atas suatu kesalahan yang kita perbuat, adalah sikap mulia.  Hindari sikap egoisme dalam diri,  karena manusia yang besar adalah manusia yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, tidak mudah marah, lapang dada dan hatinya, mau mengakui kesalahannya, serta selalu mementingkan kemaslahatan ummat.
 

0 comments:

Jangan sungkan-sungkan komen di mari gan...
:)

Hidup Indah bila Mencari Berkah

Powered by FeedBurner